Industri fashion sebagai bagian dari industri kreatif memberi kontribusi yang sangat signifikan bagi perkembangan industri yang mengandalkan kreatifitas, keahlian, dan bakat . Jauh sebelum pemerintah mencanangkan 14 area industri kreatif sebagai industri potensial Indonesia di masa depan, industri fashion sudah menunjukan konsistensinya selama bertahun-tahun lamanya sebagai sebuah kesatuan industri sendiri.
Namun sebesar dan sekuat apapun industri tersebut, tidak akan ada artinya bila tidak didukung oleh sumber daya yang paling berpengaruh di setiap perusahaan yaitu sumber daya manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan asset yang sangat penting bagi perkembangan setiap perusahaan untuk dapat mempertahankan keberadaan perusahaan dalam era persaingan terbuka dan global saat ini. Peningkatan kemampuan SDM untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan lebih baik sangatlah diperlukan, oleh karena itu hampir kebanyakan perusahaan mempunyai rencana tersendiri, misalnya pelatihan secara rutin untuk mendukung peningkatan tersebut.
Sebenarnya proses pembelajaran tidak hanya bertumpu pada pelatihan yang umum dilakukan, tetapi dapat dilakukan dalam bentuk lainnya seperti dialog, tanya-jawab, berbagi pengalaman, atau dokumen. Pelatihan merupakan bentuk berbagi pengetahuan yang dikelola secara baik, sedangkan yang lainnya belum dikelola dengan baik. Pengetahuan merupakan sumber utama dari proses pembelajaran tersebut. Oleh karena itu pengembangan SDM ini sangat bergantung dari pengetahuan yang dipelajarinya, dan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap perusahaan itu sendiri.
Di era digital dan serba teknologi ini, fashion menempatkan teknologi sebagai elemen penting dalam proses hulu ke hilir, contohnya untuk produk echo fashion yang dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian produk fashion yang pendekatannya mengggunakan konsep ramah lingkungan. Bukan hanya dari kemasannya saja tetapi juga dilihat dari sisi perumusan ide, produksi, SDM -yang dalam termin pendekatannya adalah ramah terhadap pekerja- sampai pada tahap eksekusi. Apakah hasil produk tersebut berdaya pakai atau tidak mengindahkan sisi keamanan saat bergesekan langsung dengan tubuh konsumen, dan sebagainya.
Teknologi informasi tidak hanya mencakup perangkat komputerisasi (hardware) dan aplikasi-aplikasi pendukungnya (software) saja, tetapi juga SDM yang menggunakannya (brainware). Dalam dasawarsa ini, pemanfaatan teknologi oleh intitas bisnis terus meningkat. Banyak sekali system komputerisasi yang dipergunakan untuk membantu kinerja sebuah organisasi, misalnya system Elektronik Data Interchange (EDI) yang menghubungkan proses bisnis di tiap unit kerja.
Pemanfaatan revolusi teknologi ini merupakan salah satu prasyarat untuk meningkatkan pengelolaan industri. Dalam hal ini penerapan teknologi dipersempit menjadi dua faktor yang saling terkait, yaitu perangkat lunak pendukung dan industri pengguna (SDM). Kedua faktor ini tidak dapat dipisahkan karena teknologi tidak dapat diterapkan tanpa adanya SDM, dan SDM tidak akan efektif tanpa penerapan teknologi informasi.
Pemanfaatan teknologi informasi dan penerapannya pada fungsi pelaksanaan tugas dan fungsi SDM sudah pasti menciptakan warna tersendiri bagi proses kepengurusan industri. Penerapan teknologi informasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dan akan menjadi salah satu tulang punggung kompetitif, jika diaplikasikan dengan sesuai, sehingga teknologi akan mampu menyatu dengan semua aspek dalam entitas industri.
Namun, adopsi teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan keunggulan kompetitif yang seharusnya dapat dicapai teknologi sehingga menjadikan teknologi sebagai cost centre. Industri perlu selektif dalam mengadopsi teknologi dan teknologi harus digunakan sesuai dengan kapasitasnya, sehingga manfaat teknologi dapat dicapai secara optimal .
Pasar bebas tekstil dan produk tekstil (TPT) telah dimulai seiring dihapuskannya aturan kuota tekstil pada tahun 2005. Hal ini menuntut industri untuk meningkatkan daya saing produknya. Oleh karena itu industri garment dan tekstil perlu segera mengembangkan divisi riset dan pengembangan untuk mengantisipasi perubahan pasar dan kemajuan teknologi agar mampu mengikuti, meramalkan, dan menciptakan trend mode.
Kondisi ini menuntut ketersediaan SDM yang kompeten, produktif dan kreatif untuk mengembangkan produk fashion yang sangat kompetitif. Terkait dengan SDM tentu saja tidak akan lepas dengan sektor pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya sinergi kerja sama antara lembaga pendidikan dan industri mengingat kompleksitas permasalahan di industri garment dan tekstil menuntut penanganan dan kinerja secara integrative dan kolaboratif semua pihak terkait (stake holder).
Ditulis oleh Taufiq Dengan Bahan Dari Berbagai Sumber
Namun sebesar dan sekuat apapun industri tersebut, tidak akan ada artinya bila tidak didukung oleh sumber daya yang paling berpengaruh di setiap perusahaan yaitu sumber daya manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan asset yang sangat penting bagi perkembangan setiap perusahaan untuk dapat mempertahankan keberadaan perusahaan dalam era persaingan terbuka dan global saat ini. Peningkatan kemampuan SDM untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan lebih baik sangatlah diperlukan, oleh karena itu hampir kebanyakan perusahaan mempunyai rencana tersendiri, misalnya pelatihan secara rutin untuk mendukung peningkatan tersebut.
Sebenarnya proses pembelajaran tidak hanya bertumpu pada pelatihan yang umum dilakukan, tetapi dapat dilakukan dalam bentuk lainnya seperti dialog, tanya-jawab, berbagi pengalaman, atau dokumen. Pelatihan merupakan bentuk berbagi pengetahuan yang dikelola secara baik, sedangkan yang lainnya belum dikelola dengan baik. Pengetahuan merupakan sumber utama dari proses pembelajaran tersebut. Oleh karena itu pengembangan SDM ini sangat bergantung dari pengetahuan yang dipelajarinya, dan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap perusahaan itu sendiri.
Di era digital dan serba teknologi ini, fashion menempatkan teknologi sebagai elemen penting dalam proses hulu ke hilir, contohnya untuk produk echo fashion yang dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian produk fashion yang pendekatannya mengggunakan konsep ramah lingkungan. Bukan hanya dari kemasannya saja tetapi juga dilihat dari sisi perumusan ide, produksi, SDM -yang dalam termin pendekatannya adalah ramah terhadap pekerja- sampai pada tahap eksekusi. Apakah hasil produk tersebut berdaya pakai atau tidak mengindahkan sisi keamanan saat bergesekan langsung dengan tubuh konsumen, dan sebagainya.
Teknologi informasi tidak hanya mencakup perangkat komputerisasi (hardware) dan aplikasi-aplikasi pendukungnya (software) saja, tetapi juga SDM yang menggunakannya (brainware). Dalam dasawarsa ini, pemanfaatan teknologi oleh intitas bisnis terus meningkat. Banyak sekali system komputerisasi yang dipergunakan untuk membantu kinerja sebuah organisasi, misalnya system Elektronik Data Interchange (EDI) yang menghubungkan proses bisnis di tiap unit kerja.
Pemanfaatan revolusi teknologi ini merupakan salah satu prasyarat untuk meningkatkan pengelolaan industri. Dalam hal ini penerapan teknologi dipersempit menjadi dua faktor yang saling terkait, yaitu perangkat lunak pendukung dan industri pengguna (SDM). Kedua faktor ini tidak dapat dipisahkan karena teknologi tidak dapat diterapkan tanpa adanya SDM, dan SDM tidak akan efektif tanpa penerapan teknologi informasi.
Pemanfaatan teknologi informasi dan penerapannya pada fungsi pelaksanaan tugas dan fungsi SDM sudah pasti menciptakan warna tersendiri bagi proses kepengurusan industri. Penerapan teknologi informasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dan akan menjadi salah satu tulang punggung kompetitif, jika diaplikasikan dengan sesuai, sehingga teknologi akan mampu menyatu dengan semua aspek dalam entitas industri.
Namun, adopsi teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan keunggulan kompetitif yang seharusnya dapat dicapai teknologi sehingga menjadikan teknologi sebagai cost centre. Industri perlu selektif dalam mengadopsi teknologi dan teknologi harus digunakan sesuai dengan kapasitasnya, sehingga manfaat teknologi dapat dicapai secara optimal .
Pasar bebas tekstil dan produk tekstil (TPT) telah dimulai seiring dihapuskannya aturan kuota tekstil pada tahun 2005. Hal ini menuntut industri untuk meningkatkan daya saing produknya. Oleh karena itu industri garment dan tekstil perlu segera mengembangkan divisi riset dan pengembangan untuk mengantisipasi perubahan pasar dan kemajuan teknologi agar mampu mengikuti, meramalkan, dan menciptakan trend mode.
Kondisi ini menuntut ketersediaan SDM yang kompeten, produktif dan kreatif untuk mengembangkan produk fashion yang sangat kompetitif. Terkait dengan SDM tentu saja tidak akan lepas dengan sektor pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya sinergi kerja sama antara lembaga pendidikan dan industri mengingat kompleksitas permasalahan di industri garment dan tekstil menuntut penanganan dan kinerja secara integrative dan kolaboratif semua pihak terkait (stake holder).
Ditulis oleh Taufiq Dengan Bahan Dari Berbagai Sumber